CAKRAWALA7.COM – Larangan mudik yang ditetapkan oleh pemerintah, membuat maestro pedagang warung kopi angkringan di Ponorogo yakni Sandiyo alias Pak Dji (53) yang pria asal Mbayat Klaten Jawa Tengah ini juga tidak bisa pulang ke kampung halamannya.
Dirinya mengaku sudah dua kali lebaran tahun 2020 dan 2021 ini tidak bisa merasakan kumpul bersama keluarga di Klaten Jawa Tengah.
“Selama pandemi covid-19 sudah dua kali lebaran ini kami tidak bisa pulang ke kampung halaman yang ada di Klaten, apalagi saat ini diperbatasan keluar masuk Ponorogo sudah dilakukan penyekatan rasanya sedih, untuk mengobati rasa rindu kami sering melakukan komonikasi dengan hp, apalagi sekarang fiturnya sudah lengkap jadi kami bisa bertatap muka walaupun hanya liwat layar kaca lcd hp” keluhnya.
Di sisi lain pak Dji (sapaan akrab) pedagang warung kopi angkringan ini memiliki 5 gerobak yang tinggal di Jalan Dr Sutomo Kelurahan Bangunsari Ponorogo bersama 7 anak buahnya yang dibawa dari kampung asalnya untuk mengadu nasip dengan cara berjualan di Ponorogo.
“Saya bersama 7 teman teman dari desa asal saya tinggal, saat ini memiliki dan mengelola 5 buah angkringan. Dari 5 buah angkringan itu diantaranya kami mangkal di Jl Gajah Mada, jl Ahmad Dahlan, Jl Hos Cokroaminoto, Jl Urip Sumoharjo dan Jl Sultan Agung,” rinci Pak Dji.
Yang menarik dari diri Dji ketika awal mula merantau ke Ponorogo mencoba mengembangkan usaha berjualan warung kopi angkringan pada tahun 2000. Dirinya adalah orang yang pertama kali berjualan warung kopi angkring di Ponorogo ketika itu.
“Saya berjualan angkringan di Ponorogo ini sudah 22 tahun, saya termasuk pedagang yang pertama kali membuka warung kopi angkringan di Ponorogo. Awalnya di Ponorogo belum ada dan sekarang sudah hampir 500 angkringan bertebaran hampir di setiap ruas jalan,” ungkapnya.
“Yang menjadi ciri khas angkringan dari Kabupaten Klaten itu adalah cita rasa jajanannya atau gorengannya seperti bacem tempe, tahu sayap dan ceker ayam serta mendolnya. Begitu juga ada 3 ceret (tempat memasak air panas) yang satu khusus untuk merebus air jahe ditambah teh, sedangkan yang 2 ceret tempat untuk merebus air panas,” imbuhnya.
Selama masa pendemi Pak Dji mengaku pendapatannya menurun drastis, karena terkena peraturan jam malam berjualan.
” Selama pandemi ini pendapatan kami turun hingga 50 persen. Kalau di kota asal kami, monumen gerobak angkringan sudah diresmikan oleh Bupati Klaten, bahkan sudah di bikinkan hak paten oleh pemerintah daerah kami, pungkas bapak 3 anak ini. (mal/din)
Komentar