Opini.
Oleh ; Krisbianto Widhi Nugroho, SH.
Advokat dan Konsultan hukum.
CAKRAWALA7.COM – Beberapa saat yang lalu, pada saat kampaye dalam pemilihan kepala daerah Bupati dan wakil Bupati Ponorogo, BS (nama inisial ) telah dilaporkan ke Bawaslu Ponorogo atas videonya yang berdurasi 06 menit 23 detik, dengan dugaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 huruf b, huruf c jo pasal 187 ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia nomor 10 tahun 2016 tentang perubahan Kedua Atas Undang undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 2015 yaitu “ Setiap orang yang dengan sengaja dalam kampanye menghina seseorang, calon Bupati, calon Wakil Bupati atau melakukan kampanye berupa menghasut, memfitnah, perseorangan dan atau kelompok masyarakat. Ancaman pidana dimaksud adalah hukuman penjara dan atau denda. Hukuman penjara minimal 6 (enam) bulan, maksimal 18 (delapan belas bulan) dan atau denda minimal Rp. 600.000,00 (enam ratus ribu rupiah), maksimal Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah).
Unsur unsur yang terdapat di dalam pasal tersebut adalah sebagai berikut ;
1. Unsur setiap orang.
Hal ini pastilah BS masuk dalam unsur setiap orang, karena BS adalah sesorang yang sudah pasti cakap hukum.
2. Unsur dengan sengaja dalam kampanye.
Point ini yang perlu dibahas lebih lanjut. Kampanye pemilihan yang selanjutnya disebut kampanye adalah kegiatan untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi dan misi seorang paslon, baik itu program calon Gubernur, calon Walikota , maupun calon Bupati. Sementara di dalam video yang berdurasi 06 menit 23 detik tersebut BS tidak pernah menawarkan visi dan misi dari program seorang paslon melainkan hanya sebatas menyampaikan pesan moral dimana salah satunya mengatakan “ Ojo sampe kleru milih calon Bupati lan wakile mengko lek wis dadi senengane numpaki bojone uwong”. (Red dalam bahasa Jawa),
Pesan moral tersebut bersifat umum untuk semua calon Bupati dan wakil Bupati, sementara didalam vidio tersebut tidak pernah menyebutkan nama calon Bupati maupun nama wakil Bupati, jadi statemen tersebut bersifat umum, pesan moral tersebut berlaku untuk semua paslon Bupati dan wakil Bupati. BS juga menyampaikan dalam statemennya kalau nanti sudah jadi pemimpin jangan sampai ” senengane numpaki bojone uwong”. (red dalam bahasa Jawa) Jadi itu artinya unsur tersebut tidak dapat terpenuhi, oleh karena BS tidak pernah menawarkan visi maupun misi, dari program seorang calon Gubernur, calon Walikota , maupun calon Bupati, melainkan sebatas penyampaian “Pesan moral, ” yang di tujukan untuk umum.
3. Unsur menghina seseorang.
Calon Bupati serta calon wakil Bupati pada saat melakukan kampanye berupa menghasut, memfitnah, perseorangan dan atau kelompok masyarakat.
Menghina menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah :
a. Merendahkan; memandang rendah (hina, tidak penting).
b. Memburukkan nama baik orang seseorang, menyinggung perasaan orang (seperti memaki-maki ataupun menistakan)
Seperti yang telah kita ketahui dimanakah letak kalimat BS di dalam vidio tersebut yang bernada menghina, tidak penting, memaki atau menistakan.
Ketika statement BS tersebut di tafsirkan Memburukkan atau mencemarkan nama baik seseorang. Siapa yang diburukkan nama baik seseorang dengan statement BS tersebut. Ketika statement BS tersebut menyinggung perasaan seseorang, Kenapa ada pihak yang harus merasa tersinggung dengan statement BS tersebut.
Ketika ada pihak yang merasa tersinggung, apakah statement BS tersebut benar adanya, hanya pihak yang merasa tersinggung yang lebih bisa menjabarkan statemen BS didalam vidio yang berdurasi 6 menit 23 detik.
“Jadi pada intinya menurut saya, kenapa mesti harus marah dan merasa tersinggung, kalau pihak yang bersangkutan benar tidak melakukan seperti yang di sampaikan BS pada saat itu, “easy goinglah.”
Menghasut menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah membangkitkan hati orang supaya marah (melawan, memberontak, dan sebagainya).
Ketika itu menurut rekaman vidio tersebut para kader tidak ada yang menunjukan ekspresi kemarahanya, mengumpat bahkan mencaci, malahan mereka terlihat terhibur karena BS menyampaikan nasehat tersebut dengan rasa humor.
Memfitnah menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah : menjelekkan nama orang (menodai nama baik, merugikan kehormatan).
Sekarang pertanyaannya siapa yang merasa ternoda nama baiknya dan durugikan kehormatannya, Kalau memang ternoda dan rugi kehormatannya, apakah BS pelakunya.
Dilihat dari kalimat bahasa “ senengane numpaki bojone uwong ”. (Red dalam bahasa Jawa) Kata numpaki dalam arti bahasa Indonesia adalah “Menaiki”. Dari sini muncul permasalahan bahasa yang menjadikan makna berbeda tafsir antara bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Kata “Numpaki” tidak dapat ditafsirkan dengan kata “ngeloni” dalam bahasa Indonesia berarti “Meniduri”. Dalam ilustrasi kalimat ” si A numpaki jarane si B.” apakah kalimat tersebut dapat diartikan ” si A meniduri kudanya si B.”
Hal tersebut biarlah ahli bahasa nanti yang akan mengupasnya.
Ketika membahas ahli bahasa, UU Pilkada tersebut bersifat Lex Spesialis, itu artinya ahli bahasa nanti juga khusus mempunyai sertifikasi, keahlian khusus bahasa Jawa khusus untuk Pilkada.
Lalu bagaimana dengan pernyataan Kyai Marzuki, materi yang disampaikan ketika itu sama persis dengan apa yang disampaikan oleh BS dalam vidionya yang merupakan pesan moral kepada masyarakat.
Jadi kesimpulan saya ;
1. Ada kepentingan politik yang dipaksakan agar pasal tersebut bisa masuk dan terjerat oleh elit politik.
2. BS adalah korban politik praktis.
3. Apabila BS dinyatakan bersalah dan bisa dijadikan Yurisprudensi, maka demokrasi di Indonesi akan dikebiri dan tidak ada yang mau bicara pesan moral.
4. Lebih penting bilamana jika BS bisa membuktikan bahwa apa yang disampaikan dalam pesan moral itu benar apa adanya, bukan fitnah, bukan hinaan dan bukan hasutan, biarlah hukum yang bicara.
Burbosuman. Rabu 13 Januari 2021.
Komentar