cakrawala7.com – Jika grebeg suro dipusatkan di tengah kota Ponorogo, maka grebeg tutup suro dipusatkan di Kuto Kulon.
Perayaan sebelum Bulan Muharram berakhir itu ditandai dengan berbagai kegiatan budaya dan religi, salah satunya Kirab Buceng Purak, Rabu (31/7/24).
Nampak terlihat ada lima buceng raksasa berisi sayur mayur, buah, dan hasil bumi lainnya dikirab dari Kecamatan Kauman sampai Monumen Bantarangin. Sepanjang rute 2 KM, kirab disambut antusias ribuan masyarakat.
Sampai di Monumen Bantarangin prosesi Buceng Purak diawali dengan penyerahan buceng kecil dari Kang Bupati Sugiri dan Bunda Lisdyarita kepada Camat Kauman. Kemudian dengan aba-aba yang dipimpin Kang Bupati Sugiri kelima buceng raksasa diperebutkan warga sampai ludes tak tersisa.
Kang Bupati Sugiri mengatakan inilah tradisi yang diwariskan leluhur kepada masyarakat Ponorogo. Ditandai dengan doa-doa teatrikal dan sedekah bumi, ia berharap masyarakat Ponorogo senantiasa diberi keberkahan dan dikabulkan doa-doanya.
“Kita berdoa kepada Tuhan melalui doa teatrikal, agar buceng diporak bersama itu Tuhan memberikan berkah, pengayoman. Melalui buceng porak diharapkan doa kita dikabulkan,” ungkapnya.
Selain ungkapan rasa syukur dan doa, Kang Bupati Sugiri menjelaskan tradisi yang dimulai sejak kepemimpinan H. Amin (Bupati Ponorogo 2010-2015) itu, diyakini mampu menumbuhkan kincir ekonomi masyarakat. Para pelaku UMKM terlihat mewarnai di sepanjang acara, dan tidak pernah sepi dari pembeli.
“Sambil menumbuhkan karakter Bantarangin lalu kemudian juga membuka kincir ekonomi, agar ada pertumbuhan ada spending. Ada berapa puluh UMKM di sini semua laku,” ungkapnya.
Oleh karena itu, ia berharap tradisi “Grebeg Tutup Suro Bantarangin” dapat dijaga dan dilestarikan.
“Budaya ini harus diteruskan, siapapun pemimpinnya wajib dilestarikan. Jadi kita wajib nguri-nguri, bersama-sama untuk menumbuhkan kembali agar karakter bangsa tumbuh, ekonomi juga tumbuh,” tambahnya. (adv/lis)
Komentar